Kegiatan
Ekplorasi Alam (EKSAM) OWA Himabio IPB ke Bodogol Jawa Barat
- 19 Oktober 2014
- Terakhir diubah pada 28 April 2015
(Sabtu 20/09/2014) Divisi Observasi Wahana Alam (OWA) Himabio IPB melakukan perjalanan ke Sukabumi Jawa Barat guna melaksanakan kegiatan Eksplorasi Alam (EKSAM) yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Kali ini kami mengambil lokasi ekspolorasi di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB), Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. PPKAB merupakan kawasan konservasi in-situ yang dihuni oleh berbagai macam spesies flora dan fauna seperti primata dan tumbuhan biofarmaka. Oleh karena itu kegiatan ini bertema “Eksplorasi Primata dan Tumbuhan Biofarmaka”. Kegiatan EKSAM bertujuan memberi wawasan kepada mahasiswa Biologi mengenai keragaman primata dan tumbuhan biofarmaka, melatih keterampilan fisik pada saat di lapang, serta menjalin silaturahmi antar sesama mahasiswa Biologi”.
Kegiatan Eksplorasi Alam di PPKAB diawali dengan penyampaian metode pengamatan oleh Dr. Kanthi Arum Widayati, M.Si. Parameter yang diamati untuk eksplorasi primata antara lain bekas makanan, feses, jejak, jenis satwa yang ditemukan, aktifitas, jumlah individu, dan umur individu. Untuk eksplorasi tumbuhan biofarmaka, parameter yang diamati antara lain nama umum, khasiat, bagian yang dimanfaatkan dan sebarannya. Alat yang digunakan saat pengamatan antara lain alat tulis, binokuler dan GPS.
Kegiatan pengamatan pada Eksplorasi Alam kali ini dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pengamatan malam dan pengamatan pagi, karena Kukang salah satu primata yang ingin kami amati aktif pada malam hari (nocturnal). Pengamatan pada malam hari dimulai pada pukul 20.30 dengan jalur pengamatan sejauh 200 meter. Kami menggunakan 2 jalur untuk pengamatan malam, yaitu jalur atas yang mengarah ke jalur cipadaranten dan jalur bawah yang mengarah ke jalur afrika. Sedangkan pengamatan pada siang hari dimulai pada pukul 07.00 dengan 3 jalur tracking yaitu jalur cipadaranten, jalur kanopi dan jalur afrika.
Pengamatan Malam
Meskipun baru pertama kali kami melakukan pengamatan di malam hari, tetapi kami begitu antusias. Berharap diperjalanan kami akan menemukan sesuatu yang menarik. Di tengah sunyinya hutan dan sorotan head lamp kami mencari-cari objek yang menarik untuk diamati. Setelah berjalan beberapa menit dengan ditemani oleh kunang-kunang kami menemukan katak berwarna abu-abu dan berbintik hitam, dikenal dengan Leptobrachium haselvi. Katak tersebut tampak tenang dan tidak terganggu oleh keberadaaan manusia.
Menurut guide yang memandu kami terdapat sekitar 23 jenis katak di PPKAB, salah satunya katak endemik jawa yaitu Lecoporus javanicus. Tidak jauh dari posisi ditemukannya katak kami juga melihat ada jamur kuping (Auricularia) yang tumbuh di batang pohon yang tumbang. Setelah berjalan cukup jauh kami menemukan kaki seribu dibawah serasah-serasah kering, kemudian pada pukul 21.00 kami melihat 1 ekor belalang yang sedang molting tepat di tepi daun pandan hutan. Tubuhnya yang transparan perlahan mulai keluar, dilengkapi dengan cahaya head lamp peristiwa molting tersebut terlihat lebih indah.
Sekitar 200 meter kami berjalan, tidak ada satu kukang pun yang kami temukan, akhirnya kami memutuskan untuk kembali. Berharap diperjalanan pulang kami dapat menemukan kukang. Beberapa menit setelah berbalik arah, kami mencium wangi pandan yang begitu menyengat, menurut Guide wangi pandan merupakan tanda-tanda keberadaaan musang. Namun kami tidak melihat adanya musang, karena musang memiliki pergerakan yang cukup cepat. Pada pukul 21.21 kami mencoba mencari kukang di pohon kaliandra. Pohon kaliandra merupakan pohon yang cukup disukai oleh kukang, selain karena buahnya yang menjadi makanan kukang pohon kaliandra juga memiliki dahan yang cukup rapat sehingga memudahkan kukang untuk berpindah. Benar saja, tak lama kami mengamati pohon kaliandra, ternyata terdapat satu ekor kukang yang sedang bergerak diantara dahan-dahan pohon. Rambutnya berwarna coklat, matanya berwarna merah dan pergerakanya sangat lambat, seperti adegan slow motion . Kukang (Nyctycebus) memang hewan arboreal atau hidup di pepohonan. Pada malam hari di bantu oleh terang bulan biasanya kukang juga berburu serangga.
Selain itu, kami menemukan laba-laba, kunang-kunang dan ngengat. Laba-laba yang ditemukan berukuran besar dan sedang membuat sarang. Sarang yang dibuat berukuran luas, panjangnya mencapai beberapa meter hingga menyebrangi sisi jalan. Laba-laba tersebut tidak hanya membuat sarang, namun memerangkap serangga lain di sarangnya sebagai makanannya. Kemudian kami ditakjubkan oleh kunang-kunang yang mengelilingi pemandangan di atas kepala kami. Kunang-kunang tersebut berkelap-kelip layaknya cahaya lampu. Cahaya tersebut dikeluarkan dari bagian ujung abdomen. Hal ini diamati ketika kunang-kunang sedang hinggap di sebuah bunga berwarna putih. Beberapa lama kemudian, saat perjalanan kembali menuju penginapan, kami melihat seekor ngengat. Ngengat yang ditemukan memiliki warna yang unik, yaitu merah jambu. Umumnya, ngengat yang kami temukan di sekitar kampus berwarna cokelat muda hingga tua.
Pengamatan Pagi
Jalur Cipadaranten
Jalur cipadaranten merupakan jalur sepanjang 1640 meter dengan keanekaragaman pohon pakan yang relative tinggi, sehingga memungkinkan untuk menemukan keberadaan owa jawa dan primata lainnya. kami memulai perjalanan pada pukul 07.00. saat itu cuaca dingin dan berkabut, cukup sulit untuk menemukan primata saat cuaca berkabut. Di sepanjang jalur cipadaranten kami menemukan beberapa pohon pakan bagi owa jawa yaitu pohon afrika (Maeopsis emini), pohon leungsir (Pometia pinnata) dan pohon saninten (Castanpsis argantea). Namun meskipun terdapat banyak pohon pakan owa jawa di jalur cipadaranten kami tidak melihat keberadaan owa jawa.
Setelah berjalan cukup lama, sekitar pukul 10.12 saat cuaca sudah cerah kami menemukan 1 individu surili (Presbitys comata) sedang meloncat dari 1 pohon ke pohon lainnya. kemudian disusul oleh 1 individu berikutnya yang diduga merupakan 1 keluarga. Surili mudah dikenali karena mempunyai ciri yang sangat khas, yaitu rambut di bagian kepalanya yang mementuk jambul dan wajahnya yang berwarna hitam. Surili merupakan hewan herbivora yang menyukai daun muda, kuncup bunga, buah-buahan dan biji-bijian, serta sesekali memakan serangga, jamur dan tanah. tanah berguna untuk membantu proses pencernaannya. Kemudian pada pukul 11.50 kami menemukan 2 ekor lutung juvenile (anak-anak) sedang makan, lalu melompati pepohonan. Salah satu lutung sempat keluar dari pepohonan untuk melihat ke arah kami, diam sejenak, lalu kembali ke pohon lagi. Diduga kedua ekor lutung tersebut merupakan 1 kelompok .Pada pukul 12.11 kami menemukan kembali 1 ekor lutung sedang makan di atas pohon. Makanan kegemaran satwa ini antara lain dedaunan, beberapa jenis buah-buahan dan bunga. Terkadang binatang ini juga memakan serangga dan kulit kayu.
Jalur Kanopi-Afrika
Jalur Afrika merupakan jalur yang terhubung dengan jalur Kanopi (Canopy Trail). Tracking pada jalur ini dimulai pada pukul 06.30 WIB dan diawali dengan melewati jalur setapak ke dalam kawasan hutan penelitian zona pemanfaatan. Sejak awal hingga sepanjang perjalanan kami disambut oleh tumbuhan biofarmaka. Tak jauh sejak perjalanan kami menemukan beberapa spesies dari Filum Arthropoda. Spesies dari filum tersebut yang kami temukan adalah belalang dan laba-laba. Belalang yang ditemukan berukuran kecil dengan toraks hingga abdomen berwarna putih kekuningan. Tungkainya berwarna cokelat kemerahan, sedangkan kepalanya berwarna hitam. Belalang tersebut berdiam diri di atas daun kering atau serasah. Serangga lain yang ditemukan, yaitu laba-laba berukuran kecil, berwarna merah terang dengan struktur seperti capit hitam di bagian ujung abdomen. Kami juga menemukan spesies yang sama dengan variasi warna yang berbeda, yaitu hitam. Kedua laba-laba itu berdiam diri di sarangnya masing-masing.
Selama perjalanan, kami pun mendengar suara burung yang cukup indah. Ternyata suara tersebut berasal dari burung bernama lokal Takur. Namun sayang sekali kami tidak sempat mengabadikan sosoknya yang indah karena burung tersebut tidak terlihat. Dari kejauhan pun nampak seekor elang sedang flapping atau terbang dengan mengepakkan sayapnya. Sesaat ketika kami akan menuju jalur kanopi, terlihat satu ekor primata yang sedang menuruni pohon dan berpindah ke pohon lain dari kejauhan. Ciri-cirinya tidak nampak dengan jelas karena kondisi kabut dan dengan jarak yang cukup jauh juga pada saat itu. Medan perjalanan yang kami lewati cukup licin karena dekat dengan sungai dan banyaknya lumut serta tumbuhan bawah yang menyajikan pemandangan yang indah.
Jalur kanopi pun kami lewati dan tidak ada primata yang kami temui lagi. Akhirnya kami memutuskan untuk mengamati di bird view atau catwalk dengan ketinggian ±760 mdpl tempat yang cocok untuk mengamati primata. Pada pukul 08.45 WIB mulai terlihat 1 ekor Surili (Presbytis comata), dengan ciri tubuh yang berwarna keabuan, kepala berjambul, dan belang putih di kaki dan tangan yang tengah beraktivitas di habitatnya. Mulai munculnya Surili tersebut dikarenakan dengan kondisi saat itu yang terlihat sinar matahari telah menembus kabut pagi.
Tidak hanya Surili, pada pukul 08.54 WIB, primata kedua mulai terlihat. Sebanyak lima ekor Hylobates moloch atau biasa dikenal sebagai Owa Jawa terlihat berayun diantara pepohonan secara bergantian. Primata yang mempunyai berwarna keabuan dengan muka hitam ini sendiri memiliki pergerakan yang cukup aktif, dengan perubahan posisi setiap menitnya. Tidak hanya itu, pada pukul 09.35 WIB, jenis primata lain terlihat. Trachypithecus auratus atau dikenal sebagai Lutung jawa berukuran sedang dengan warna rambut hitam pekat teramati sedang bergerak diantara pepohonan. Lutung sendiri memiliki pergerakan yang kurang aktif dibandingkan Owa. Hal tersebut karena Lutung sebagai herbivore memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencerna makanannya.
Pengamatan pada tingkah laku ketiga jenis primata tersebut berlangsung diatas bird view. Berbagai macam tingkah laku Owa, Surili, ataupun Lutung dalam habitat aslinya terlihat menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Hal tersebut tentunya dapat meminimalkan ancaman kepunahan pada spesies ketiganya yang semakin mengkhawatirkan. Pengamatan akhirnya diakhiri setelah dua jam. Terdapat lima ekor Owa, dua ekor Surili, dan dua ekor Lutung yang berhasil diamati. Meski tidak ditemukan monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis, ataupun Kukang pada saat tracking malam, ketiga spesies primata yang teramati di bird view merupakan bayaran yang cukup memuaskan. Interaksi ketiganya di habitat alami dalam satu kotak pengamatan merupakan sesuatu yang sebanding dengan tracking melintasi lebatnya jalur Afrika.
Begitulah gambaran kegiatan EKSAM yang telah kami lakukan di PPKAB Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Semoga dapat menambah wawasan seluruh mahasiswa Biologi serta menambah kesadaran bahwa kegiatan Eksplorasi Alam sangatlah penting untuk menambah keterampilan kita di lapang sebagai mahasiswa Biologi. (Tiara Sayusti)
Login
LoginSitemap
map